Tuesday, May 19, 2015

Lucu



Terkadang, kita, masyarakat percaya bahwa orang yang menduduki tampuk-tampuk kepemimpinan merupakan orang-orang pintar. Bahkan, tak jarang, kita menganggap mereka sebagai putra atau putri terbaik bangsa. 

Anggapan ini agaknya tidak  bisa dikatakan benar saat kita melihat kabar yang mencuat dari Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah baru-baru ini. Yakni, kabar terkait banyaknya bangunan mangkrak. Yang membuat miris, bangunan ini bukanlah bangunan warisan kolonial yang dibangun dengan uang belanda. Bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan baru yang didanai duit rakyat, baik lewat APBD maupun lewat APBN.

Satu bangunan yang mangkrak adalah instalasi pengolahan air bersih milik PDAM yang didanai lewat APBN senilai kurang lebih Rp 3,7 miliar. Setelah menghabiskan anggaran yang cukup besar pada tahun 2009 lalu, sampai sekarang bangunan ini belum beroperasi. Bangunan ini belum sedikitpun memberi manfaat bagi masyarakat kecamatan sekitar yang mengharapkan suplai air bersih tersebut.

Meski miris, peristiwa ini memiliki sebuah sisi yang sangat lucu. Mungkin sedikit menyedihkan, tapi cukup lucu.


Yakni, saat PLT Dirut PDAM Banjarnegara, Suswati memberikan tanggapan atas mangkraknya instalasi pengolahan air tersebut. Pimpinan sementara PDAM Banjarnegara ini dengan tegas menampik anggapan bahwa bangunan aset BUMD yang dipimpinnya mangkrak.

Yang mengocok perut adalah pernyataan selanjutnya yang diungkapkannya. Yakni, bahwa gedung tersebut memang belum beroperasi sejak dibuat sekitar 6 tahun silam. Lalu, apa bedanya bangunan mangkrak dengan bangunan yang tak beroperasi sejak dibangun.

Saat itu, kami sebagai sebuah lembaga yang berusaha menjadi corong publik mencoba bertanya dengan orang lain yang ada di struktur BUMD tersebut. Yakni, Koordinator PDAM Wilayah IV Banjarnegara, Rusmanto. Namun, kami hanya mendapatkan jawaban yang tak berbeda dengan pernyataan Suswati, masih lucu. 

Lalu, kami mencoba mempertanyakan kasus ini kepada orang nomor 1 di kabupaten tersebut, Bupati Sutedjo Slamet Utomo. Kami tentu berharap jawaban yang lebih baik. Namun, bupati malah memberikan jawaban yang jauh lebih lucu. Dia malah mengaku tidak tahu ada bangunan dari uang rakyat di wilayahnya yang mangkrak. Alasannya, dia belum mendapatkan laporan. 

Contoh lain adalah bangunan pasar hewan di Karangkobar, Banjarnegara yang bernasib sama dengan instalasi air bersih PDAM. Soal bangunan satu ini, jawaban bupati cukup menarik, yakni, akan merubah pasar tersebut menjadi Terminal Karangkobar.

Kedua contoh tersebut mungkin bisa menggambarkan kondisi pemerintahan otonom di berbagai kabupaten di Indonesai. Contoh pertama, menunjukkan rangkaian kelucuan yang saking lucunya malah cenderung menyedihkan. Khususnya, saat bupati tak tahu ada bangunan mangkrak di wilayahnya. 

Kondisi ini membuat saya bertanya-tanya. Seperti apakah alur pemerintahan di sana? Kok bisa sampai bupati tidak dapat laporan terkait bangunan mangkrak di wilayahnya? Apakah tidak ada pihak di Banjarnegara yang perhatian dengan persoalan semacam ini? Apakah tidak ada yang mau menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah?

Pertanyaan ini tumbuh menjadi sebuah kecurigaan.  Misalnya, berkatian dengan adanya upaya membutakan bupati yang dilakukan bawahan-bawahannya.  Jika memang bupati belum pernah mendapatkan laporan, maka muncul kemungkinan tesis ini benar adanya.
Kecurigaan lebih parah adalah terkait pola penggunaan anggaran yang proyek minded

Bukan tanpa alasan, kecurigaan ini bisa muncul dari dua contoh yang saya sebutkan, baik instalasi PDAM maupun Pasar Hewan Karangkobar. Sebab, dua contoh tersebut adalah wujud implementasi kebijakan publik yang kurang tepat, baik dalam proses penyusunan program maupun dalam implementasinya.

Kecurigaan saya berangkat dari satu sisi, yakni pola penyusunan program. Apakah kedua bangunan tersebut benar-benar disusun dengan dasar yang matang? Atau sebenarnya bangunan tersebut merupakan sebuah program yang asal didasarkan pada upaya penyaluran anggaran yang tersedia?

Jika proyek-proyek tersebut hanya didasarkan penyaluran anggaran maka, kejadian tersebut akan semakin lucu. Sebab, sebenarnya, dana ini bisa dialokasikan di pos-pos lain yang lebih bermanfaat. Misalnya, digunakan untuk perbaikan jalan. Dengan begitu, dana yang tersedia mungkin akan lebih bermanfaat. Sebab, menurut data Dinas Pekerjaan Umum, 200-an Km dari total 800-an Km jalan kabupaten disana berada dalam kondisi rusak.

No comments:

Post a Comment