Satu dari sekian upaya menciptakan atmosfer tersebut adalah
membersihkan kota dari praktik-praktik yang dicurigai dekat dengan maksiat. Tak
sedikit tempat hiburan malam yang dipaksa untuk berhenti beroperasi selama
bulan Ramadan.
Di Banjarnegara misalnya, pengusaha tempat hiburan malam dan
karaoke dipaksa untuk menutup kegiatannya selama sebulan penuh. Kasatpol PP
Banjarnegara, Aris Sudaryanto mengatakan, penutupan tempat hiburan malam akan
membuat umat muslim lebih tenang saat menjalankan ibadah.
Penutupan tempat hiburan malam ini bahkan mendapatkan
dukungan pemangku kebijakan kabupaten Dhawet Ayu tersebut. Menurut Aris, penutupan tempat hiburan malam
tersebut bahkan didasari peraturan bupati.
Di sisi lain, Satpol PP sebagai penegak perda mengaku siap
untuk memantau dan memastikan tempat hiburan malam dan karaoke tersebut tutup
selama Ramadan. Jika berani buka, mereka akan mendapatkan tindakan tegas dari
Satpol PP.
Diancam seperti itu, koordinator pengusaha hiburan karaoke
Banjarnegara, Tedjo Sumarno mengaku siap mengikuti aturan main. Mereka siap
menutup usahanya selama lebaran dan meliburkan seluruh karyawan mereka.
Katanya, mereka adalah pengusaha yang patuh terhadap aturan main dan nurut
kepada pemerintah.
Bulan Ramadan di sisi lain juga merupakan bulan yang boleh
dikatakan cukup menguras isi kantong. Sebab, mendekati lebaran, umat muslim
kerap dihadapkan pada tradisi yang mengeluarkan tidak sedikit uang. Sebut saja,
tradisi mudik, tradisi nyangoni,
tradisi Badhan, dan tradisi sejenis
lainnya.
Tradisi-tradisi tersebut bagi banyak orang mungkin dianggap
tradisi yang mubazir. Banyak yang beralasan hari raya Idul Fitri dapat
dirayakan dengan sederhana. Tak perlu memaksakan diri, kata beberapa orang.
Tapi, dari sudut pandang saya, pendapat macam itu adalah
omong kosong belaka. Mungkin tetap ada segelintir yang merayakannya dengan
sederhana. Tapi, tetap saja, angka transaksi naik berlipat yang dikabarkan Bank
Indonesia setiap Ramadan mampu menunjukkan fakta sebenarnya. Berapa Rupiah yang
dikeluarkan orang-orang saat lebaran datang. Berapa persen angka inflasi yang
naik setiap lebaran. Sederhana adalah ungkapan yang tidak sesuai dengan fakta.
Kembali ke tradisi... Bagi beberapa orang tradisi tadi mungkin
bukanlah masalah, karena mereka punya banyak uang. Apalagi, bagi para PNS yang
mendekati lebaran mendatang akan kebagian jatah gaji ke 13. Tapi, bagaimana
karyawan tempat hiburan malam dan karaoke yang ada di Banjarnegara? Apakah
mereka mampu mendapatkan kebahagiaan berlebaran seperti lainnya.
Menilik nasib karyawan tempat-tempat semacam itu, makna
lebaran penuh berkah bagi saya menjadi sedikit kabur. Bahkan, pertanyaan makan
apa selama sebulan menjadi momok yang mendadak muncul di kepala saya. Apakah
para karyawan tempat-tempat yang tutup selama Ramadan tersebut tetap mendapat
penghasilan? Bagaimana dengan THR, gelontoran uang yang mampu membuat lebaran
mereka terasa sedikit segar?
Mari membayangkan kemungkinan yang paling mungkin terjadi.
Sebagai karyawan yang dapat dikatakan serabutan, para penjaga cafe atau operator
karaoke kemungkinan besar tak akan mendapatkan gaji apalagi THR. Jika benar
begitu yang terjadi, bagaimana kondisi mereka saat lebaran nanti?
Gambaran semacam ini, apakah tidak muncul di benak
orang-orang yang menerbitkan aturan agar tempat hiburan malam tutup selama
lebaran. Kita bisa saja berpikiran positif, pemerintah tetap memaksa
tempat-tempat hiburan tersebut membayarkan gaji karyawan. Tapi, saat
dibenturkan kepada kenyataan, apakah perusahaan-perusahaan tersebut mau memberi
gaji saat karyawan mereka tak bekerja.
Melihat kondisi semacam ini, saya sedikit bertanya-tanya.
Apa sebenarnya hakikar Ramadan, bulan penuh berkah bagi umat muslim. Apakah
bulan ini benar-benar penuh berkah jika ada saudara kita yang lebaran nanti tak
mendapatkan penghasilan. Hanya karena tempat kerja mereka terpaksa tutup agar
beberapa orang bisa beribadah dengan lebih nyaman.
Lalu, benarkah ibadah semacam itu nyaman? Atau dipaksa
nyaman karena yang beribadah sudah tak lagi peduli terhadap mereka yang lebaran
nanti tak punya uang.(mr.pramukti@gmail.com)
Ironis ya mas, jangankan tempat karoke, warung makan sederhana aja ditutup, dipihak pemerintah juga sulit, kalo ga nglarang dikira ga mendukung umat puasa, ga religius tapi kalo ditutup banyak pihak yg kesusahan mencari nafkah. Dinegri ini semua serba salah, gini repot begono repot juga. Cape deh
ReplyDeleteAda di daerah sebelah jakarta sini yg memang ditutup dan ada dendanya tapi di sebelahnya persis buka dengan cantik (warung makan dan hiburan) ya...masih kaku ya mas
ReplyDeletedi satu sisi ada yg kebanjiran rejeki krn bnyak yg membelanjakan uangnya saat ramadhan, di lain sisi berkurang penghasilannya. mngkin memang seperti itu hukum perputaran uang. indahnya Islam mengajarkan kita untuk berbagi dengan yang membutuhkan bukannya menggembirakan diri secara berlebih2an krn Allah tdk mnyukai sesuatu yg berlebih2an. patut direnungi memang...
ReplyDelete