Wednesday, June 24, 2015

Ramadan



Ramadan merupakan bulan penuh berkah. Saat bulan ini datang, berjuta-juta umat muslim berlomba-lomba untuk mencatatkan kebaikan. Mereka berusaha untuk menjalankan ibadah dan menciptakan atmosfer mendukung agar mereka dapat beribadah dengan lebih khusuk.
Satu dari sekian upaya menciptakan atmosfer tersebut adalah membersihkan kota dari praktik-praktik yang dicurigai dekat dengan maksiat. Tak sedikit tempat hiburan malam yang dipaksa untuk berhenti beroperasi selama bulan Ramadan.

Di Banjarnegara misalnya, pengusaha tempat hiburan malam dan karaoke dipaksa untuk menutup kegiatannya selama sebulan penuh. Kasatpol PP Banjarnegara, Aris Sudaryanto mengatakan, penutupan tempat hiburan malam akan membuat umat muslim lebih tenang saat menjalankan ibadah.

Penutupan tempat hiburan malam ini bahkan mendapatkan dukungan pemangku kebijakan kabupaten Dhawet Ayu tersebut.  Menurut Aris, penutupan tempat hiburan malam tersebut bahkan didasari peraturan bupati.


Di sisi lain, Satpol PP sebagai penegak perda mengaku siap untuk memantau dan memastikan tempat hiburan malam dan karaoke tersebut tutup selama Ramadan. Jika berani buka, mereka akan mendapatkan tindakan tegas dari Satpol PP.

Diancam seperti itu, koordinator pengusaha hiburan karaoke Banjarnegara, Tedjo Sumarno mengaku siap mengikuti aturan main. Mereka siap menutup usahanya selama lebaran dan meliburkan seluruh karyawan mereka. Katanya, mereka adalah pengusaha yang patuh terhadap aturan main dan nurut kepada pemerintah.

Bulan Ramadan di sisi lain juga merupakan bulan yang boleh dikatakan cukup menguras isi kantong. Sebab, mendekati lebaran, umat muslim kerap dihadapkan pada tradisi yang mengeluarkan tidak sedikit uang. Sebut saja, tradisi mudik, tradisi nyangoni, tradisi Badhan, dan tradisi sejenis lainnya.

Tradisi-tradisi tersebut bagi banyak orang mungkin dianggap tradisi yang mubazir. Banyak yang beralasan hari raya Idul Fitri dapat dirayakan dengan sederhana. Tak perlu memaksakan diri, kata beberapa orang.

Tapi, dari sudut pandang saya, pendapat macam itu adalah omong kosong belaka. Mungkin tetap ada segelintir yang merayakannya dengan sederhana. Tapi, tetap saja, angka transaksi naik berlipat yang dikabarkan Bank Indonesia setiap Ramadan mampu menunjukkan fakta sebenarnya. Berapa Rupiah yang dikeluarkan orang-orang saat lebaran datang. Berapa persen angka inflasi yang naik setiap lebaran. Sederhana adalah ungkapan yang tidak sesuai dengan fakta.

Kembali ke tradisi... Bagi beberapa orang tradisi tadi mungkin bukanlah masalah, karena mereka punya banyak uang. Apalagi, bagi para PNS yang mendekati lebaran mendatang akan kebagian jatah gaji ke 13. Tapi, bagaimana karyawan tempat hiburan malam dan karaoke yang ada di Banjarnegara? Apakah mereka mampu mendapatkan kebahagiaan berlebaran seperti lainnya.

Menilik nasib karyawan tempat-tempat semacam itu, makna lebaran penuh berkah bagi saya menjadi sedikit kabur. Bahkan, pertanyaan makan apa selama sebulan menjadi momok yang mendadak muncul di kepala saya. Apakah para karyawan tempat-tempat yang tutup selama Ramadan tersebut tetap mendapat penghasilan? Bagaimana dengan THR, gelontoran uang yang mampu membuat lebaran mereka terasa sedikit segar?

Mari membayangkan kemungkinan yang paling mungkin terjadi. Sebagai karyawan yang dapat dikatakan serabutan, para penjaga cafe atau operator karaoke kemungkinan besar tak akan mendapatkan gaji apalagi THR. Jika benar begitu yang terjadi, bagaimana kondisi mereka saat lebaran nanti?

Gambaran semacam ini, apakah tidak muncul di benak orang-orang yang menerbitkan aturan agar tempat hiburan malam tutup selama lebaran. Kita bisa saja berpikiran positif, pemerintah tetap memaksa tempat-tempat hiburan tersebut membayarkan gaji karyawan. Tapi, saat dibenturkan kepada kenyataan, apakah perusahaan-perusahaan tersebut mau memberi gaji saat karyawan mereka tak bekerja. 

Melihat kondisi semacam ini, saya sedikit bertanya-tanya. Apa sebenarnya hakikar Ramadan, bulan penuh berkah bagi umat muslim. Apakah bulan ini benar-benar penuh berkah jika ada saudara kita yang lebaran nanti tak mendapatkan penghasilan. Hanya karena tempat kerja mereka terpaksa tutup agar beberapa orang bisa beribadah dengan lebih nyaman. 

Lalu, benarkah ibadah semacam itu nyaman? Atau dipaksa nyaman karena yang beribadah sudah tak lagi peduli terhadap mereka yang lebaran nanti tak punya uang.(mr.pramukti@gmail.com)

3 comments:

  1. Ironis ya mas, jangankan tempat karoke, warung makan sederhana aja ditutup, dipihak pemerintah juga sulit, kalo ga nglarang dikira ga mendukung umat puasa, ga religius tapi kalo ditutup banyak pihak yg kesusahan mencari nafkah. Dinegri ini semua serba salah, gini repot begono repot juga. Cape deh

    ReplyDelete
  2. Ada di daerah sebelah jakarta sini yg memang ditutup dan ada dendanya tapi di sebelahnya persis buka dengan cantik (warung makan dan hiburan) ya...masih kaku ya mas

    ReplyDelete
  3. di satu sisi ada yg kebanjiran rejeki krn bnyak yg membelanjakan uangnya saat ramadhan, di lain sisi berkurang penghasilannya. mngkin memang seperti itu hukum perputaran uang. indahnya Islam mengajarkan kita untuk berbagi dengan yang membutuhkan bukannya menggembirakan diri secara berlebih2an krn Allah tdk mnyukai sesuatu yg berlebih2an. patut direnungi memang...

    ReplyDelete