Dua tahun sudah pasangan Ir Achmad Husein dan dr Budhi Setiawan
menahkodai perahu besar bernama Banyumas. Mereka dilantik tahun 2013
setelah mengkandaskan langkah lima pasangan calon bupati dan wakil bupati
lainnya.
Dominasi pasangan ini di masa pemilihan cukup luar biasa.
Terbukti, mereka memenangi ajang pemilihan dengan satu putaran saja. Berbeda
dengan prediksi banyak pihak yang menilai Pemilukada lalu akan berlangsung dua
putaran.
Harapan publik saat itu cukup besar, slogan Lempeng tur
Mempeng pun sempat dielu-elukan sebagai sebuah jargon yang mampu membuat
Banyumas lebih baik. Namun, pola pemerintahan keduanya tidak jauh berbeda
dengan yang sudah-sudah.
Dua tahun, mungkin banyak orang yang muak dan akhirnya mulai
melupakan jargon tersebut. Bukan tanpa sebab, jargon tersebut runtuh karena
bermacam problema yang menerpa masa pemerintahan Husein ber Budhi.
Sejak awal pemerintahan, Husein sempat menerima tagihan
janji dari berbagai elemen masyarakat di Banyumas. Dia diminta mewujudkan
jargon yang mengantarnya kepada kemenangan. Namun, tahun pertama yang habis
April 2014 lalu tidak menghasilkan banyak hal. Husein hanya beralasan, saat
itu, ia masih meneruskan program milik bupati terdahulu.
Memasuki tahun kedua, mulai muncul kejadian menarik. Lempeng
tur Mempeng malah berbalik menjadi ejekan saat sebuah peristiwa menjadi rapor
buruk masa pemerintahan keduanya. Yakni, dicokoknya dua pejabat eselon lantaran
diduga menerima suap toko modern.
Ironisnya, bupati dan wabub sebelumnya menyatakan perang
terhadap toko modern tak berizin. Sampai-sampai, bupati menelurkan sebuah
regulasi yang garis besarnya terkait moratorium perizinan toko modern.
Polemik ini menjadi cukup pelik. Sebab, moratorium
seharusnya dicabut pascarevisi perda toko modern. Sementara itu, usulan revisi
yang disampaikan eksekutif malah ditolak oleh Balegda. Imbasnya, seluruh toko
modern tidak bisa mendapatkan izin operasi resmi. Namun, bukan berarti
toko-toko modern baru tidak bermunculan di Banyumas. Moratorium bupati ora landep-landepa.
Pada tahun kedua ini pula, Husein ber Budhi mulai terlihat
seperti pemerintahan yang bingung. Mulai dari soal janji membuka kembali aset
pemkab yang mangkrak seperti kolam renang Tirtakembar dan mengembalikan aset
pemkab di Kompleks Perdagangan Kebondalem. Sampai saat ini, keduanya masih
belum dibuka.
Alih-alih bekerja dengan baik, bupati malah mulai terlihat
berjalan sendiri. Sejumlah isu kontraproduktif, seperti pemekaran muncul.
Beberapa bulan setelah isu tersebut muncul, imbasnya sama dengan janji-janji
sebelumnya. Harapan palsu.
Tengah diterpa krisis pemenuhan janji semacam ini,
pemerintahan Husein ber Budhi kembali gagal mempertahankan slogan Lempeng tur
Mempeng. Kali ini lewat mencuatnya kasus dugaan mark up pengadaan bibit kelapa genjah entok dan pupuk organik tahun
2014 senilai Rp 1,156 miliar. Dugaan kasus ini membuat Dinas Pertanian
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Banyumas menjadi bidikan Kejaksaan Negeri
Banyumas.
Dalam temuan tim intelijen kejaksaan, diduga kuat terjadi
penyimpangan pengadaan kegiatan tersebut. Temuan sementara tim di lapangan
sebagian bibit ditemukan tidak layak edar, tidak sesuai spesifikasi pengadaan,
serta jumlah pengadaan sebanyak 85.000 bibit batang diragukan tidak semua
berjenis kelapa genjah entok.
Terlepas dari benar atau tidak dugaan tersebut, kepercayaan
publik terhadap masa pemerintahan kali ini tetap saja menurun. Tidak sedikit
elemen masyarakat yang muak dengan jargon Lempeng tur Mempeng.
Memasuki penghujung tahun kedua, Pemkab Banyumas memunculkan
sebuah gagasan city branding.
Selanjutnya, digelarlah sebuah sayembara untuk menentukan wajah logo Banyumas
dan tag line, kota Satria ini.
Tidak terlalu lama, muncul lah sebuah logo, entah itu
berbentuk kudi, huruf B, atau siluet karakter Bawor, yang jelas logo tersebut
akan menjadi wakil Banyumas di dunia semiotis. Lalu, tag line, Banyumas yang sebelumnya dikenal dengan Banyumas Satria,
berubah menjadi Better Banyumas.
Alih-alih mendapatkan
apresiasi dari masyarakat, kemasan baru logo dan tag line Banyumas malah dihujat banyak pihak. Sejauh ini,
resistansi publik, khususnya terhadap tag line tersebut semakin memanas. Jika
hal ini semakin membesar maka bukan tidak mungkin Husein ber Budhi mengakhiri
tahun kedua dan memulai tahun ketiga
dengan polemik baru
No comments:
Post a Comment