Friday, October 9, 2015

Negara Hukum? Ah Siapa Bilang

Indonesia adalah negara hukum, semua orang mengakui hal ini. Meskipun, kebanyakan, terpaksa mengakui lantaran memang dipaksa.

Indonesia adalah negara hukum, semua orang tahu. Tapi, tahukah Anda kenapa Indonesia disebut sebagai negara hukum?

Indonesia disebut negara hukum lantaran semua hal di bumi pertiwi diatur dengan hukum. Perdagangan, perindustrian, pemerintahan dan semua hal aspek yang berkaitan dengan Indonesia niscaya memiliki aturan, baik itu UU, PP, Perda, Pergub atau Perbup.


Nah, yang lucu, di Indonesia ini, banyak penjahat yang juga mampu mempengaruhi produk hukum. Jadi, kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan pun kerap didasarkan pada aturan hukum.

Meski begitu, tak semua penjahat tersebut lihai dalam melakukan kejahatan berbasis legislasi. Imbasnya, masih ada saja penjahat yang masuk bui. Biasanya, yang dijebloskan ke sel-sel di rutan atau lapas kerap dianggap orang-orang yang kurang pintar dalam mempermainkan hukum.

Baru-baru ini, penjahat-penjahat lain yang lebih pintar agaknya prihatin dengan kondisi rekan-rekan mereka yang kurang berotak. Keprihatinan ini pula lah yang mungkin membuat mereka berinisiatif untuk menggodok sebuah regulasi terkait pengampunan dosa kebodohan para penjahat yang kurang cerdas tersebut.

Regulasi penyelamat ini bertajuk RUU Pengampunan Nasional yang baru-baru ini dibahas oleh wakil-wakil rakyat kita yang duduk di DPR RI, khususnya di badan legislasi. RUU Pengampunan Nasional disusun terkait penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan. Jika RUU ini nantinya ‘diketok’, maka ada kemungkinan besar, pengemplang pajak, orang kaya gila yang tak taat pajak dan golongan paling hina, koruptor bisa lepas dari jeratan KPK.

Dalam RUU yang diusulkan oleh 33 anggota dewan dari berbagai fraksi ini, paling tidak ada dua poin yang patut diperhatikan rakyat (golongan yang selalu jadi korban, red). Satu di antaranya adalah niat mengembalikan uang WNI dari luar negeri .

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun menyebut RUU tersebut nanti menyangkut repratiasi modal. Dengan begitu, uang warga Indonesia di luar negeri bisa masuk kembali ke dalam sistem perbankan Indonesia.

Ketua Dewan Perwakilan Pusat PDI-P Hendrawan Supratikno mendukung pernyataan ini. Menurutnya, banyak warga negara Indonesia yang menyimpan uang di luar negeri. “Faktanya banyak WNI yang menyimpan uang di luar negeri. Dan uang itu faktanya digunakan oleh bank asing untuk dipinjamkan ke Indonesia,” katanya.

RUU ini dipercaya akan membuat WNI golongan tersebut mau menyimpan uangnya di Indonesia. Tentunya, setelah dibebaskan dari pajak usai membayar biaya pembebasan dengan jumlah tertentu.

Poin kedua adalah tidak disebutnya golongan koruptor dalam RUU ini. Dalam Pasal 10 draft RUU Pengampunan Pajak Nasional disebut, “Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, orang pribadi atau badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia.”

Dengan bunyi pasal semacam itu, tidak disebutnya koruptor malah menimbulkan kecurigaan besar. Sebab, bisa jadi mereka akan mendapatkan fasilitas pengampunan dari negara atas dosa-dosa biadab mereka.

Mengenai hal ini, pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan RUU tidak terkait langsung dengan tindak pidana korupsi. "Rancangan UU Pengampunan Nasional tidak ada kata-kata pelaku korupsi jadi RUU itu terkait dengan tax amnesty," kata Indriyanto.

Membaca dengan detail RUU ini, saya pribadi merasa sedikit kecewa. Sebab, keberadaan orang-orang yang menyusun rancangan regulasi ini saja, menurut saya sudah mencederai semangat pemberantasan mafia pajak di Indonesia.

Jika RUU ini benar diundangkan, maka kita, rakyat ada baiknya berhenti mempercayai pemerintah. Kenapa? Karena semua hal tentang pemberantasan korupsi dan pemberantasan kejahatan ini itu agaknya berhenti di tataran omong kosong. Sebab, sembari menyatakan perang melawan korupsi dan mafia pajak, pemerintah tetap berencana untuk menggodok regulasi agar babi-babi tersebut bisa lepas dari jeratan hukum.

No comments:

Post a Comment