Friday, July 10, 2015

Rainbowphobia

Beberapa pekan terakhir, laman-laman utama media sosial dipenuhi dengan aksen pelangi lantaran ada peristiwa besar untuk mereka para LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Peristiwa besar tersebut berkaitan dengan tindakan Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian melalui keputusan bersejarah pada Jumat (26/6) lalu.

Sebelumnya, pernikahan sesama jenis hanya legal di 36 negara bagian. Melalui keputusan 5-4, Mahkamah mencabut larangan pernikahan sesama jenis yang diterapkan oleh 14 negara bagian. Larangan ini berujung pada pengajuan kasus Obergefell versus Hodges agar MA memutuskan keabsahan larangan pernikahan ini.

Hakim Anthony Kennedy menulis opini mayoritas didukung oleh empat hakim liberal, yaitu Ruth Baden Ginsburg, Stephen Breyer, Elena Kagan, dan Sonia Sotomayor. Sementara itu, hakim konservatif, termasuk Ketua MA John Roberts, menulis dissenting opinion yang berbunyi; Pernikahan adalah hak konstitusional bagi pasangan sesama jenis. 
Ia juga mematahkan argumen penentang pernikahan bahwa pernikahan sesama jenis akan menghancurkan nilai kesakralan pernikahan tradisional. Sementara itu, hakim Antonin Scalia, dalam dissenting opinion-nya, menilai keputusan ini adalah kudeta yudisial dan ancaman bagi demokrasi Amerika. Hakim Roberts menilai akan terjadi perubahan sosial dramatis yang sulit diterima akibat legalisasi ini. 

Keputusan ini merupakan kemenangan bagi aktivis kaum gay yang selama ini mengampanyekan legalisasi pernikahan. Pernikahan sesama jenis semakin mendapat dukungan dari warga Amerika, terutama kaum muda. Hal ini tecermin dalam survei terakhir Pew. Hasil survei ini menunjukkan bahwa 57 persen warga Amerika mendukung pernikahan sesama jenis.

Keputusan ini bahkan disambut baik oleh Presiden AS, Barack Obama. Melalui akun twitter resminya, ia mengungkapkan “Hari ini kita mengambil langkah besar di dalam perjuangan mencapai kesetaraan. Pasangan gay dan lesbian sekarang memiliki hak untuk menikah seperti siapa pun.”

Keputusan ini menjadi fenomena internasional. Di berbagai media sosial, jutaan netizen di seluruh dunia mengungkapkan pendapat pribadinya baik yang pro ataupun kontra.

Kembali ke soal pelangi yang bertebaran di laman media sosial milik masyarakat Indonesia. Sejak peristiwa pelegalan pernikahan sesama jenis tersebut, pengidentikan pelangi dengan semua hal yang berbau homoseksual semakin menjadi. Tapi, menurut saya, yang terjadi saat ini sudah kebablasan. Sebab, saya pribadi menilai ada sebuah fenomena yang mengarah ke rainbow phobia.

Masyarakat kita, banyak yang langsung mengkaitkan pelangi dengan LGBT, apapu dan dimanapun pelangi tersebut. Bahkan, di sejumlah media sosial mulai muncul page-page anti homoseksualitas dengan nama yang berbau anti pelangi. 

Tidak hanya itu, banyak yang menyebarkan bermacam link dan tulisan yang saya pribadi merasa tak sepenuhnya benar. Misalnya, tulisan terkait jilbab dan mukena pelangi sebagai sebuah cara untuk memasyarakatkan LGBT. Lebih parah lagi, gerakan yang mengkapanyekan penghentian atau boikot pembelian rainbow cake. Untuk soal ini, mungkin mereka punya alasan. 

Demam anti pelangi ini semakin menjadi. Di beberapa titik muncul arus protes terkait lampu beberapa tugu di Indonesia. Protes itu didasari banyaknya tugu dan monumen di Indonesia yang memiliki pencahayaan multiwarna. Para protestan menyebut lampu multiwarna tersebut menyerupai pelangi. Dianggapnya, pemerintah atau siapapun yang menggunakan lampu tersebut mendukung LGBT.

Bagi saya, homophobic atau anti-LGBT bukanlah sebuah persoalan besar. Sebab, pada dasarnya itu adalah sebuah konsekwensi atas keberagaman preferensi seksual masyarakat. Namun, jangan sampai homophopic ini memicu apa yang saya sebut rainbowphobia.

Pelangi, di mata saya tak punya salah apa-apa. Bagi banyak orang, pelangi adalah gambaran keindahan alam ciptaan yang maha sempurna. Jadi, jika Anda hendak menghujat, jangan pelangi yang kena. Sebab, semakin pelangi dihujat, semakin lekat pula ia dengan kaum LGBT. 

Lagi pula, pelangi tak bisa begitu saja dikaitkan dengan mereka yang LGBT. Saya ambil contoh, di Banjarnegara, ada sekelompok orang yang tergabung dalam Komunitas Pelangi.  Jika Anda menganggap kelompok tersebut sebagai komunitas LGBT maka Anda salah besar. Sebab, Komunitas Pelangi merupakan sebuah wadah diskusi antar umat beragama di Banjarnegara. Jadi, jangan anti pelangi...

No comments:

Post a Comment